BANGKA - Pernyataan Bupati Bangka, Mulkan pada salah satu media online beberapa waktu lalu terkait rencana pengurangan atau pemangkasan tenaga kontrak di Pemkab Bangka sontak menuai kritikan dari berbagai elemen masyarakat.
Salah satunya dari anggota Komisi 1 DPRD Kabupaten Bangka, Magrizan, S.Si.
Menurut Magrizan, tenaga kontrak keberadaannya memang dibutuhkan Pemda utk membantu ASN dalam menjalankan tugas sehari hari, namun dengan jumlah tenaga kontrak yang sangat besar sampai hari ini sangatlah tidak efektif.
"Tentu ini akan berakibat pada pemborosan anggaran daerah, apalagi APBD Kab. Bangka saat ini dalam kondisi tidak sehat, " ungkap Magrizan melalui press rilisnya, Minggu (7/3/21).
Magrizan mengatakan, kebijakan Bupati Bangka yg merekrut tenaga kontrak secara masif sudah tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
"Sekarang mungkin baru terasa beban anggarannya. Kebijakan ini saya nilai seperti buah simalakama, dimana Ini menunjukan ketidakkonsistenan Pemda Bangka dalam hal in, Bupati dalam mengambil kebijakan, yang sebelumnya dengan alasan utk mengurangi pengangguran sering melakukan perekrutan tenaga kontrak secara masif dan tertutup tanpa proses seleksi, akan tetapi saat ini sudah ada rencana utk mengurangi/memangkas tenaga kontrak sebanyak 50% dari 3000an lebih jumlah tenaga kontrak yang ada saat ini, " kata Magrizan.
Magrizan mengatakan jika dari awal dirinya sangat tidak setuju dan selalu mengkritisi kebijakan Bupati Bangka yang merekrut tenaga kontrak secara masif, apalagi dilakukan secara tdk transparan.
"Dari awal kepemimpinan Bupati Mulkan jumlah tenaga kontrak meningkat drastis dari yang hanya berjumlah 2.150 sampai sekarang ini sudah mencapai 3000an lebih ditambah dgn jumlah GTT/PTT. Konsekwensinya terhadap anggaran daerah sampai hari ni sekitar 90 milyar anggaran APBD tahun 2020 yang lalu terserap untuk menggaji tenaga kontrak tsb, " cetusnya.
Tidak itu saja, menurut Magrizan sedari awal dia sudah mengawasi dan mengkritisi kebijakan tersebut bahkan melalui komisi 1 DPRD Bangka telah memanggil kepala badan kepegawaian /BKPSDMD untuk menanyakan langsung terkait hal tersebut sebagai wakil pemerintah daerah di bidang kepegawaian.
"Sudah jadi rahasia umum peningkatan jumlah tenaga kontrak secara drastis ini merupakan balas jasa politik kepala daerah kepada relawan, simpatisan, maupun pendukung nya dulu pasca pelaksanaan Pilkada 2018 lalu. Sehingga dilakukan secara masif dan mengabaikan aspek transparansi dan profesionalitas.
Sehingga baru terasa setelah 2.5 tahun masa kepemimpinannya bahwa jumlah honorer/tenaga kontrak yang besar sangat membebani anggaran daerah sehingga sulit utk melakukan prioritas kebijakan pada sektor lainnya mengingat anggaran APBD Kab.Bangka sangat terbatas, " tandasnya.
Maka menurutnya, dengan adanya rencana untuk memangkas/mengurangi jumlah tenaga kontrak Pemda Bangka ini harus dipikirkan secara matang dan obyektif, karena pintu masuk atau muara permasalahan membludaknya jumlah tenaga honorer itu dikarenakan kurang tepatnya kebijakan Pemda Bangka sendiri dalam hal ini Bupati serta kurang cermat dalam menganalisa jumlah dan kebutuhan tenaga kontrak.
"Seharusnya sedari awal Pemerintah daerah/bupati lebih berpikir cermat dalam merekrut tenaga kontrak secara besar besaran. Dengan dalih mengurangi angka pengangguran, rekrutmen tenaga kontrak dilakukan hanya dengan pendekatan berapa banyak jumlah (kuantitatif) tetapi tidak dengan pendekatan kualitatif berdasarkan kebutuhan dan kualitas fungsi dari keberadaan tenaga kontrak tersebut, " kata Magrizan.
Dengan adanya pemberlakuan SKP (Standar Kinerja Pegawai) yang menjadi acuan dalam memangkas/mengurangi jumlah tenaga kontrak menurut Magrizan kurang tepat, karena kalau acuannya SKP (Standar Kinerja Pegawai) seperti disampaikan sebelumnya, dalam aturan PP No.30/2019 tersebut merupakan ranah kebijakan/aturan bagi PNS, bukan untuk tenaga kontrak.
"Yang jadi pertanyaan berikutnya adalah indikator atau kriteria yang bagaimana dalam menentukan tenaga kontrak tsb dipangkas/dikurangi? Dlm rencana kebijakannya nanti apakah Pemda telah membuat aturan tersendiri utk mengevaluasi dan mengkoreksi standar kinerja tenaga kontrak?
Tentunya apabila kebijakan ini jadi dilaksanakan maka harus dilakukan secara profesional, adil dan obyektif. Karena kita tahu bahwa seluruh tenaga kontrak yang ada saat ini berasal dari berbagai latar belakang, baik latar belakang usia, pendidikan, suku, kemampuan/kompetensi maupun kedekatan relasi hubungan dengan pejabat publik setempat sehingga memperoleh akses. Jangan sampai nanti dilakukan secara serampangan dan tidak bijak, hanya karena dilakukan atas dasar faktor kepentingan politis semata sehingga banyak tenaga kontrak/honorer yang dirugikan. Karena menurut saya cukup banyak tenaga kontrak/honorer yang memiliki kemampuan mumpuni dan sesuai kebutuhan yang telah ada sebelum periode pemerintahan Bupati sekarang ini, " terangnya.
Maka menurut Magrizan, rencana kebijakan pengurangan/pemangkasan tenaga kontrak ini nantinya harus disertai dengan solusi dari Pemda bagaimana nasib tenaga kontrak tersebut kedepan sehingga tidak menjadi polemik.
"Jika Pemda atau bupati tidak memberikan solusi terhadap persoalan ini tentu saja akan memunculkan masalah baru seperti pengangguran. Dimana saat ini masyarakat juga sedang terbebani kesulitan ditengah pandemi Covid 19 yang belum selesai juga sampai sekarang. Saya pun berharap Pemda dapat melakukan inovasi inovasi dan terobosan untuk membuka lapangan kerja baru di daerah , mengadakan pelatihan2 UMKM dan mendatangkan investasi serta bekerjasama dengan pihak BUMN maupun swasta yang ada di Kab. Bangka, sehingga lulusan SMA/sederajat maupun perguruan tinggi bisa terserap pada sektor sektor lapangan kerja yang lain, yang lebih produktif dan tidak bergantung pada pemerintah daerah saja, " pungkasnya.